BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kurang lebih sudah satu dasawarsa
fenomena berkembangnya perbankan dengan prinsip syariah (Islam) merambah di Indonesia
sebagai negara yang hampir sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Perkembangannya pun dirasakan di berbagai kota-kota besar di Indonesia, tak terkecuali Bandung
sebagai ibu kota
daerah Jawa Barat, yang jumlah penduduk
muslimnya sekitar 85%. Hal ini menjadi
peluang pasar yang potensial bagi bank-bank syariah.
Diawal kemunculannya, tidak begitu banyak
masyarakat yang bergeming untuk melihat keunggulan dari produk-produk yang
mereka tawarkan. Hal tersebut dikarenakan banyak masyarakat yang masih belum
mengerti mengenai sistem yang ditawarkan oleh bank-bank syariah tersebut,
tetapi di masa krisis moneter yang
melanda bangsa ini bank-bank syariah
tersebut membuktikan kehebatan mereka untuk tetap exsist dan struggle dalam
kancah dunia perbankan-sementara banyak bank konvensional jatuh berguguran satu
persatu. Begitupun perkembangan yang terjadi di Bandung,
Perkembangan perbankan syariah pasca
UU No.10 Tahun 1998 sungguh sangat menggembirakan. Dua bank umum dan tujuh unit
syariah yang telah beroperasi dengan lebih dari seratus outlet yang tersebar di
seluruh Indonesia telah menjadikan Indonesia sebagai “The biggest and the fastest growing Islamic banking in the world”
seperti yang dikutip dari majalah MODAL edisi 11/2003. Masyarakat yang tertarik
dan akhirnya menjadi nasabah bank syariah terus bertambah, sehingga semakin
mendukung perkembangannya.
Pengaruh keberadaan bank syariah pun
banyak dilirik oleh banyak kalangan, baik ulama maupun para cendikiawan muslim.
Terlebih pasca Fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekitar
akhir tahun 2003 mengenai “Halal dan haramnya bunga bank serta bisnis berbasis
syariah”.
Fatwa MUI tentang halal dan haramnya
bunga bank menjadi sebuah tantangan bagi bank syariah untuk lebih menunjukkan
keunggulan-keungulan mereka. Baik bank Umum Syariah atau pun bank dengan status
Unit Usaha Syariah, mereka semua berusaha untuk menjadi yang terbaik.
Hal tersebut dibuktikan dengan
semakin banyaknya bank yang menerapkan Dual
Banking System dimana bank-bank yang sudah menerapkan sistem perbankan
konvensional membentuk unit-unit perbankan syariah. Bahkan kini ada beberapa
bank asing yang beroperasi di Indonesia
membuka kantor layanan syariah sebagai strategi bersaing dalam pasar terbuka.
Keberadaan bank-bank syariah, baik yang beroperasi secara stand-alone maupun sebagai unit-unit operasional dari bank-bank
konvensional, merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
beragam. Masyarakat dapat memilih dan menentukan apakah akan menggunakan jasa
perbankan konvensional atau perbankan syariah.
Seperti Survey yang dilakukan oleh Biro
Perbankan Syariah (BPS)-Bank Indonesia
bekerja sama dengan badan penelitian IPB mengenai potensi, preferensi
masyarakat Jawa Barat terhadap perbankan syariah. Terlihat bahwa tanggapan
masyarakat positif terhadap perbankan syariah.
Tabel 1.1
Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan dan Pengetahuan Masyarakat
Jawa Barat Terhadap Bank Syariah (dalam persentase)
No
|
Uraian
|
Kelompok Responden
|
|||
Nasabah Bank Konvensional
|
Nasabah Bank Syariah
|
Non Nasabah
|
Total Responden
|
||
1.
|
Penerimaan Terhadap Bank
|
||||
1. Setuju
|
98,3
|
96,9
|
85,5
|
95,8
|
|
2. Tidak setuju
|
1,7
|
3,1
|
14,5
|
4,2
|
|
2.
|
Kesan Terhadap Bank Syariah
|
||||
1. Bank bagi hasil
|
63,4
|
55,9
|
17,0
|
55,6
|
|
2. Bank Islami
|
57,88
|
63,0
|
28,3
|
55,5
|
|
3. Bank orang Islam
|
8,8
|
7,7
|
5,7
|
8,1
|
|
4. Berdasar saling percaya
|
6,6
|
7,1
|
3,8
|
4,5
|
|
5. Prospeknya baik
|
4,1
|
4,9
|
2,5
|
4,1
|
|
6. Kurang dikenal
|
6,6
|
2,8
|
3,8
|
5,3
|
|
7. Kurang profesional
|
1,9
|
2,8
|
0
|
1,9
|
|
3.
|
Pengetahuan Bank Syariah
|
||||
1. Tidak tahu
|
18,5
|
13,6
|
23,9
|
17,9
|
|
2. Sistem bagi hasil
|
45,6
|
57,7
|
17,0
|
45,1
|
|
3. Berdasarkan syariah agama
|
18,4
|
23,8
|
7,6
|
18,4
|
|
4. Kemitraan
|
3,4
|
5,9
|
1,3
|
3,7
|
|
5. Produk syariah
|
4,9
|
9,0
|
1,3
|
5,5
|
|
Jumlah
Responden
|
774
|
324
|
159
|
1022
|
Sumber
: Biro Perbankan Syariah (BPS) Bank Indonesia
Dengan semakin banyaknya bank-bank
yang menerapkan prinsip syariah, baik
itu bank umum syariah ataupun unit usaha syariah, maka ada sebuah tantangan
besar bagi mereka untuk dapat memberikan
sebuah pelayanan jasa yang terbaik kepada konsumennya. Sehingga konsumen dapat
memutuskan bank mana yang dipilih untuk
dipercaya mengelola keuangannya.
Oleh karena itu tidak terkecuali
dunia perbankan, pada masa kini konsumen menjadi hal utama dan pusat perhatian
dari pemasaran sebuah perusahaan. Kesuksesan akan datang pada perusahaan yang
selalu mengutamakan konsumennya. Berorientasi kepada konsumen berarti setiap keputusan
dan tindakan perusahaan harus diarahkan pada terciptanya kepuasan konsumen (Customer Satisfaction).
Sebagai bentuk konsekuensi, kalangan
perbankan syariah dituntut untuk menunjukan kemampuan kompetitifnya dalam
melayani masyarakat sesuai manfaat dan keunggulan yang dijanjikan. Dalam sistem
operasionalnya, perbankan syariah pada dasarnya memiliki comparative advantage
yang tidak dapat tersaingi oleh sistem
konvensional, yaitu digunakannya standar moral islam dalam kegiatan usahanya,
dimana azas keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh umat mampu mendorong
terciptanya sinergi yang sangat bermanfaat bagi bank dan nasabahnya. (Gubernur
Bank Indonesia- Burhanuddin Abdullah, “Perbankan Syariah Masa Depan” , 2003)
Bank-bank syariah harus tanggap dan
berupaya untuk memenuhi kebutuhan para nasabahnya melalui pelayanan yang prima
agar mampu bersaing dengan baik. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya
kualitas pelayanan merupakan salah satu kunci penting untuk meningkatkan
kepuasan dan loyalitas pelanggan suatu bank (MODAL, No.17/ II- Maret 2004)
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh
persepsi pelanggan atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan
pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapanya terpenuhi atau akan
sangat puas jika harapan pelanggan terlampui.
0 komentar:
Posting Komentar